• Home
  • Foto Hot
  • Privacy Policy
  • Disclaimer
  • Contact

foto gambar unik

  • Home
  • Gambar Hot
  • Zona Dewasa
Home » info musik » Kualitas Musik Indonesia

Kualitas Musik Indonesia

oleh : foto gambar unik
Jika anda mengetikkan keyword "Kualitas Musik Indonesia" di pencarian google, hasil yg didapat kebanyakan bernada negatif, dalam artian, selalu mengungkapkan tentang menurunnya kualitas musik di indonesia,

Jelas, bukan merupakan suatu isu lagi jika kualitas musik indonesia menurun, tapi memang sudah kenyataan, dan hal itu menjadi satu sejarah kelam dalam perkembangan musik di indonesia, sungguh suatu hal yang menyedihkan bagi kita.

Armand Maulana: "Kami prihatin dengan musik Indonesia sekarang, musik Indonesia sekarang kebanyakan menye-menye semua, tapi gue nggak bisa menyalahkan, siapa sih yang nggak mau dapat uang, karena yang laku kan lagu-lagu yang kaya gitu"

Gilang Ramadhan: "kualitas musik di luar negeri jauh lebih maju daripada di Indonesia"

Ridho Slank:
"Musik Indonesia sedang mengalami degradasi. Wah, gue nggak bisa ngomong apa-apa. Gue malu ngeliatnya"

Kikan Cokelat: "Prihatin dengan perkembangan musik dalam negeri, Kalau gue ngelihat acara-acara musik seperti sekarang cukup menyedihkan. Kayaknya gampang banget mau jadi artis, gue lihat sih agak kurang sehat"

Tohpati: "kualitasnya kalau menurut saya agak menurun, jangan terlalu banyak orang yang nyari duit dari musik yang asal-asalan. Mestinya dibalik, harus dipelajari musiknya dulu, baru nyari duit, Pengennya sih lebih bagus aja,
sekarang lagi benar-benar terlalu membego ya, kualitas memang satu hal yang harus dikejar dari industri musik kita sekarang ini"

Dwiki darmawan: "kualitas musik pop Indonesia dinilai menurun kualitasnya di segi lirik"

Tompi: ""Industri musik kita secara kuantitas berkembang sangat pesat tetapi tidak diimbangi kualitasnya, label besar tidak berani menggarap artis/band diluar genre pop yg laku di pasar, sehingga tidak heran banyak sekali pendatang baru bermunculan dan tiba-tiba populer karena lagu-lagunya
disukai masyarakat, meskipun miskin dalam artian kualitas musikalnya"

Samsons: "“Kalau cuma ikut-ikutan, itu terpenjara aspek uang saja, bukan kepuasan”


Berikut obrolan para pelaku industri musik indonesia, dikutip dari situs rollingstone.co.id
RAHAYU KERTAWIGUNA : Managing Director Nagaswara Records
FARIZ RM : Salah seorang arsitek musik pop Indonesia
KRISNA J. SADRACH : Pemain bass sekaligus leader band thrash metal pionir Suckerhead yang juga berprofesi sebagai Produser Musik
DUTO SULISTIADI : General Manager Production SCTV
BHITA HARWANTRI : Music Director I-Radio FM Jakarta
CHOLIL MAHMUD : Pemain gitar, vokalis sekaligus konseptor musik dan lirik Efek Rumah Kaca

Dialog2 dibawah ini ada yg tidak sesuai urutan, hanya mengambil beberapa saja yg dirasa TS penting untuk membuka mata agan2. Lebih lengkapnya, lihat kesini http://www.rollingstone.co.id/read/2...nesia-Hari-Ini

Bhita: Kalau di Indonesia segala sesuatu baliknya ke urusan perut, ekonomi. Apakah karena negara ini sedang susah sehingga masyarakat pada umumnya referensi musiknya tidak terlalu luas, mungkin sekarang yang beruntung adalah yang tinggal di kota-kota besar karena dengan internet referensi masyarakat kita semakin berkembang.

Cholil: Pasar musik ini sebenarnya mengambang. Bagaimana kita sebagai para pelakunya, entah artis, media massa, label, produser, bisa mengarahkan mereka ke arah yang tepat dan berkualitas. Bagaimana juga kita memperhatikan tanggung jawab sosial dari pekerjaan kita masing-masing ini. Semoga masyarakat luas itu juga bisa mengapresiasi musik-musik yang berkualitas. Bukan kuantitas penjualan saja yang diperhatikan.

Duto: Sebenarnya mayoritas masyarakat kelas bawah kita itulah yang membeli musik Indonesia, entah itu rekaman versi bajakan atau orisinalnya. Kalau yang kelas menengahnya mungkin mereka sudah mampu beli iPod, tinggal copy musiknya selesai. Begitu juga mereka yang mengirim sms ke radio dan TV, mendownload RBT, masyarakat kelas bawah.

Rahayu: Benar, mayoritas yang tinggal di daerah, luar Jakarta penikmat dan pembeli musik Indonesia itu. Kalau yang di Jakarta sudah sedikit banget pembelinya. Jika dibandingkan dengan keadaan musik Indonesia sepuluh tahun lalu ketika munculnya Sheila On 7, Padi, Cokelat sepertinya jauh sekali perbedaannya dengan sekarang?

Fariz: Mungkin perkembangan teknologi juga berdampak di sini. Dulu rekaman masih sulit dan mahal sehingga setiap masuk studio rekaman musisinya harus bertanggung jawab moral terhadap karyanya. Sekarang semua komputer bisa memuat software studio, semakin mudah membuat musik. Kemudahan teknologi seharusnya membuat musisinya paham tanggungjawab dalam bermusik. Makanya saya sering bilang jaman sekarang kita kekurangan pemusik yang memang benar-benar pemusik. Sekarang tolok ukurnya popularitas, semua orang ingin masuk televisi.

Krisna: Gue punya pengalaman yang membuat gue agak shock. Dua tahun terakhir ternyata banyak band atau artis yang sama sekali nggak punya konsep saat masuk ke studio rekaman. Mereka ingin rekaman, karena punya satu atau dua lagu yang bagus. Karena gue idealis maka gue tanya kalian maunya seperti apa musiknya? Referensinya apa? Baru nanti gue kembangkan. Yang terjadi belakangan ini sering, bukan sedikit ya, mereka bilang, Terserah aja deh, Mas. Yang penting gue bisa ngetop! Itu nggak pernah ada jaman kita dulu. Jadi dibebankannya ke gue [Tertawa]. Bagaimana caranya membuat mereka bias ngetop? [Tertawa]. Gue jawab, Kalau gue bias, gue sudah ngetop duluan! [Tertawa]. Gue aja nggak ngetop, bagaimana bisa membuat elo ngetop? [Tertawa] Banyak terjadi penurunan moral di musisi sekarang.

Bhita: Disini sepertinya musik sudah bisa menjadi kehidupan dan penghidupan. Karena semakin banyak orang yang bisa mendapat penghidupan dari musik akhirnya semakin banyak orang yang ingin terjun di sini, baik musisi yang instan maupun tidak. Dan makin jelas bahwa dengan musik kita bisa hidup dan diharapkan kita bisa hidup dari musik. Siklus yang dialami sekarang akan mengalami titik jenuhnya, tinggal bagaimana sekarang setiap orang bisa menjadi agent of change di lingkungan masing-masing untuk saling mempengaruhi. Harus dibentuk barisan untuk membuat antisipasi dan perubahan sebelum semuanya jatuh dan terulang lagi siklus ini.

Krisna: Kalau dibilang kualitasnya menurun gue setuju, terutama karena siklus tadi dan itu akan berputar terus. Mengenai penurunan kualitas musisinya sendiri yang sekarang serba instan dan sangat tergantung teknologi digital itu juga benar. Kualitas anak-anak band sekarang ingin cepat populer sehingga dalam berkarya pun mereka sudah tidak memikirkan lagi kreatifitas dan inovasi, yang penting ikut saja. Gue pribadi nggak khawatir karena yakin sekali setelah era pop Melayu ini akan lahir lagi musik-musik berkualitas, entah itu dari rock, pop, jazz dan sebagainya.

di tahun2 belakangan ini, jarang sekali ditemui lagu2 easy listening tapi tetap menyimpan kualitas seperti berikut :

1. Janji - Gigi
2. Kasih Tak Sampai - Padi
3. Aku Cinta kau dan dia - Dewa19
4. Kuingin - Titi DJ
5. Keraguan - Dedy dukun-Dian PP
6. Negeri di Awan - Katon Bagaskara
7. My Heart - Acha - Irwansyah (cipt: melly)
8. Audy - Janji diatas Ingkar (cipt: yovie W)
9. Pelangi di Matamu - Jamrud
10. Kidung- Chrisye

Kualitas musik bisa diukur, walau bagaimanapun juga, musik adalah variabel, memiliki nilai, kemajuan dunia musik adalah ketika para musisi cerdas dan kreatif mengolah musik dan hal itu juga ditunjang oleh wawasan musik pendengar, jika hal itu terjadi, kadar kepuasan akan penerimaan musik pun akan terasa lebih bernilai. 
source : http://www.kaskus.us/showthread.php?p=203657161
Posted by Unknown - Rating: 4.5
Title : Kualitas Musik Indonesia
Description oleh : foto gambar unik, Jika anda mengetikkan keyword "Kualitas Musik Indonesia" di pencarian google, hasil yg didapat kebanyakan bernada negatif, dalam a...

Share to

Facebook Google+ Twitter

0 Response to "Kualitas Musik Indonesia"

Posting Komentar

Posting Lebih Baru
Posting Lama
Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Hot Lainnya

Copyright © 2012 foto gambar unik - All Rights Reserved
Design by Tahan Lama - Powered by Blogger